Mortal



"The only reason this life is valuable is that we are mortal, but mortality also causes a lot of regret since time is limited"

Selalu ada lebih dari satu cara untuk melihat benda –jika menyadur teori relativitas khusus Einstein maka kita bisa mengatakan bahwa ruang dan waktu relatif. Maka, apa hubungannya dengan kehidupan ?
Fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa suatu saat kita akan mati –dapat menjadi objek ruang maupun waktu yang dilihat tergantung dari pengamat.

Seseorang akan melihat keterbatasan waktu yang dimiliki seseorang dalam kehidupan menyebabkan hidupnya akan dipenuhi penyesalan. Sedangkan orang lain –yang mungkin saja melihat hal itu dari tempat yang lebih tinggi justru berpikir bahwa kehidupan kita yang akan mati itulah yang membuatnya berharga.

Pengamat pertama tidak bisa melepaskan diri dari keputusan -ataupun posisi tidak memberi keputusan, yang dilakukan di masa lalu. Bagi orang ini, masa lalu bagaikan karet lentur nan kuat yang semakin ditarik ke depan akan semakin menarik dirinya kembali ke belakang. Perasaan menyesalnya semakin besar mengingat dirinya bisa mati kapan saja, sedangkan banyak keputusan yang belum menemui hasil, dan banyak hal yang masih menunggu keputusan.

Pengamat kedua menyadari bahwa akan ada detik dimana dirinya tidak bernafas lagi. Baginya kehidupan sangat berharga, karena hidup yang berharga ini mereka cenderung tidak membuang-buang waktu dalam kondisi tidak ada keputusan maupun menyesali keputusan yang dibuat di masa lalu.

Karena sudut pandang yang berbeda, maka tidak ada yang salah dari pendapat pengamat pertama maupun pengamat kedua. Kenyataan bahwa hidup ini tidak berlangsung selamanya, membuat waktu yang dimiliki terbatas –wajar saja jika menyebabkan penyesalan. Namun, bila kita menilik definisi penyesalan sendiri yang beberapa ahli mengatakan sebagai “perbandingan antara hasil yang sebenarnya dengan, hasil yang mungkin terjadi jika kita membuat keputusan yang berbeda”1, maka kita akan menemukan bahwa ‘hasil yang mungkin terjadi jika kita membuat keputusan yang berbeda’, pada dasarnya tidak riil, tidak dapat dipastikan, dan tidak ada. Tidak ada yang tahu hasil yang akan diperoleh apabila kita memilih arah yang lain. Jadi bisa disimpulkan bahwa penyesalan itu tidak nyata, penyesalan sama hal nya dengan rasa sedih lainnya, yang terjadi tergantung pilihan kita bereaksi terhadap dunia luar.

Dalam konteks pengamat kedua, semua terlihat lebih baik karena dia melihat waktu yang ada sebagai hal yang berharga untuk disesali. Tapi, saat api besar, sulfur purba, terbakar dalam perut kita, sulit bagi kita untuk memilih menjadi baik hati 2 –to see something more valuable than the pain.

Jadi bagaimana jika kita belajar untuk melihat perasaan sedih sama berharganya dengan perasaan senang ? Perasaan sedih, yang menggunakan topeng terminologi ‘penyesalan’, akan datang tetapi juga akan pergi. Ku kira dunia memang sewajarnya berjalan seperti itu, terisi dan kosong beriringan sampai saat terakhir.

Jadi sebenarnya, tidak ada yang perlu terlalu dipusingkan.


1The Power of Regret, oleh Daniel H. Pink
2 Sejarah Dunia Yang Disembunyikan oleh Jonathan Black

Comments

Popular Posts